Sundanese , Javanise, indonesianis

Siduru dotkom

Rabu, 30 Mei 2012

Syekh Siti Jenar 122

Syekh Siti Jenar Menyatu dengan Dzat (Ajal) 122

Oleh Herdi Pamungkas
“Ah, bhatin saya belumlah sehebat Ki Ageng. Tidak mengapa seandainya Ki Ageng dan lainnya tidak ke Khendarsawa, izinkanlah saya.” berbalik tanpa menunggu jawaban, berkelebat menyatu dengan angin senja.
“Secepat angin?” gumam lelaki bertubuh gempal tak berkedip.
Ki Canthulo dan Ki Donoboyo melempar tatap ke arah Kebo Kenongo, setelah
Ki Lontang menghilang dari pandangan.
“Ikutilah Ki Lontang andai andika berdua tertarik untuk itu,”
“Tindakan Ki Lontang sempat menggoyah batin kami. Haruskah berbuat yang serupa atau cukup disini menyertai Ki Ageng?”
“Andika telah memiliki ilmu yang sama. Ragukah akan ilmu dan batin andika?”
“Kami tidak meragukan ilmu. Mungkinkah keraguan yang kami dapatkan karena tarap pencapaian ilmu belumlah seperti Ki Ageng. Batin ini terhalang, mata hati tertutup rapat.”
“Lenyapkan keraguan dalam batin andika. Ikutilah kehendak mata hati, gunakanlah ilmu itu sebagai alatnya.”
“Kiranya kami belum sanggup menggunakannya.”
“Semuanya akan terjawab andai andika tepat menggunakannya.”
“Terangkanlah sedikit alasan Ki Ageng tidak mengikuti jejak Ki Lontang?”
“Bukankah saya telah menjelaskan jauh sebelum Ki Lontang datang?”
“Ya, mengikuti batin dan ilmu. Tetapi batin kami sumpek?”
Kebo Kenongo melangkah pelan, mereka mengikuti. Pintu gerbang perkampungan Pengging telah tercapai.
“Tahukah andika tentang kematian Srinalendra Kresna, Resi Drona, ataukah
Resi Bisma dalam Mahabharata parwa perang Bharatayuda?”
“Bukankah kami pernah menyaksikan lakonnya yang dibawakan Ki Ageng Tingkir waktu mendalang.”
“Saya ingat.” timpal Ki Chantulo, “Srinalendra Kresna telapak kaki kirinya kena panah saat bertapa, Resi Drona menjemput kematiannya sambil duduk di medan perang Kuru Setra namun pedang Dresta Jumena membabat lehernya padahal beliau sudah mati, dan Resi Bisma sekujur tubuhnya tertusuk ribuan anak panah, kematian beliau sesuai keinginannya…”
“Saya tidak mengerti apa yang andika semua perbincangkan?”
“Kisanak, maksudnya ketiga orang tadi bisa mengatur kematian dan tahu darma serta karmanya…” jelas Ki Chantulo.
“O,” lelaki gempal gelengkan kepala. “Hebat sekali, adakah ajaran Syekh  Siti Jenar demikian?”
“Syekh Siti Jenar adalah sosok yang telah memahami hakikat hidup, terang akan makna taqdir, batinnya tajam melebihi ujung pedang…”
bersambung…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SiDuru DotKom - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger